Total Tayangan Halaman

Sabtu, 09 Februari 2019

Resensi Radar Madura, 9 Februari 2019

KONTEKSTUALISASI MAKNA JIHAD

Judul buku    : Tafsir Dekonstruksi Jihad dan Syahid
Penulis : Asma Asfaruddin
Penerbit : Mizan, Bandung
Cetakan : Pertama, Oktober 2018
Tebal : 488 halaman
ISBN : 978-602-441-079-7
Peresensi : Mahmudi*

Memaknai jihad dengan kemartiran telah mengantarkan manusia hanya menangkap yang dangkal dari agama. Makna jihad-kombatif membuat manusia cenderung melahirkan kekerasan. Pada gilirannya kekerasan tersebut melahirkan ideologi radikalisme. Hal tersebut dialami oleh sebagian umat beragama. Ideologi inilah yang mendorong sebagian umat beragama menjadi radikal dan melakukan teror. Ideologi tersebut didasari atas pemahaman makna jihad secara kombatif.

Jihad Substansial
Untuk menghindari pemahaman jihad-kombatif tersebut, umat beragama harus memiliki pemahaman komprehensif terkait makna jihad. Pemahaman tersebut sangatlah penting. Inilah maksud dari buku yang ditulis oleh Asma Asfaruddin. Mengapa pemahaman yang baik bisa menangkal ideologi radikalisme dengan segala eksesnya yang berupa terorisme? Sebab, pemahaman tersebut menawarkan tiga hal, yakni toleransi, saling pengertian, dan kerja sama. Jika ingin menghentikan kekacauan, kembalilah pada pemahaman yang baik pada agama. Tetapi, jangan terjebak dengan makna yang sempit. Pilihlah pemahaman yang komprehensif terhadap agama. Pemahaman yang baik akan menyebabkan sikap toleransi antar agama.
Para mufasir klasik, seperti disinyalir Asfaruddin dalam buku ini memiliki jalan pikiran yang mementingkan pemahaman yang baik terkait makna jihad. Al-Qurthubi, misalnya, ia menjelaskan bahwa makna jihad adalah kembali pada makna spiritual dan kesalehan yang non-kombatif (hal. 55). Kesabaran dan kesalehan dapat dimaknai jihad non-kombatif. Semua pemeluk agama sebaiknya lebih mementingkan isi agama yang berupa nilai keluhuran bukan kulit agama seperti pemahaman yang dangkal akan agama. Pandangan Al-Qurthubi itu relevan dengan realitas Indonesia sekarang. Gagasan semacam ini sesungguhnya penting untuk digaungkan pada era sekarang, dimana kita kerapkali mendapatkan kekerasan atas nama agama.

Tafsir Moderat
Seluruh penafsiran Asfaruddin dalam buku ini mengerucut pada satu kata kunci yaitu moderat. Asfaruddin mendorong pemahaman yang komprehensif akan makna jihad. Ia menyatakan bahwa sesungguhnya kesabaran adalah makna yang terdalam dari jihad. Kesabaran adalah tujuan jihad. Hal ini sesuai dengan sejarah bahwa Nabi Muhammad pernah mengatakan, perjuangan yang dahsyat adalah ketika kita mengalahkan diri kita sendiri. Inilah yang disebut dengan kesabaran.
Tafsir Asfaruddin tersebut dengan memaknai jihad dengan kesabaran merupakan tafsir moderat yang menjadi oposisi dari tafsir radikalis yang dilontarkan oleh sebagian umat Islam. Secara tidak langsung, buku ini mengungkapkan bahwa terdapat pergeseran paradigma penafsiran makna jihad yang dialami umat Islam sedunia. Paradigma penafsiran makna jihad yang lebih mengedepankan aspek kemartiran (kombatif) itu kini sedang digantikan oleh paradigma penafsiran moderat. Penulis buku ini memperingatkan pembaca untuk tidak tergiur dengan paradigma lama itu. Paradigma ini bersumbu pada ideologi radikalisme yang suka mempropagandakan kebencian. Ideologi ini mengancam ideologi Pancasila dan NKRI.

Tafsir moderat yang dituangkan dalam buku ini memberikan inspirasi yang mendalam bagi masyarakat. Bagi masyarakat awam sebaiknya tidak membaca buku-buku yang menyebabkan radikalisme muncul dan tumbuh begitu saja. Bagi kalangan akademisi dan ilmuan juga tidak terlibat dengan aksi kekerasan yang merajalela.

Buku ini mengisi ruang kosong penafsiran akan makna jihad yang selalu disalahartikan oleh sebagian umat Islam. Mereka terjebak dengan penafsiran yang keras dan radikal. Akibatnya mereka merasa benar dalam tindakan represifnya karena didorong oleh semangat agama dimana buku ini memberikan penjelasan yang komprehensif terkait makna jihad.

Secara gamblang Asfaruddin menyajikan data yang lengkap, akurat, dan sistematis. Ia mulai penggambaran mufassir klasik yang sebetulnya dilatari oleh kekuasaan juga. Bila kekuasaan cenderung berperang, maka mufassirnya juga mendefinisikan jihad dengan berperang. Bila kekuasaan itu akomodatif dan lunak, maka mufassirnya juga memililki paradigma yang sama.

Penafsiran makna jihad yang dilupakan oleh orang adalah kesabaran yang justru oleh Asfaruddin adalah itu yang inti. Al-Quran memuat kata sabar diulang-ulang mengiringi lekssem jihad. Ini yang dilupakan orang.

Menurut Asfaruddin penafsirna jihad dengan perang dan kekerasan i tu sebetulnya sah sah saja. Namun, hal itu janganlah dikedepankan. Padahal dalam Al-Quran, peperangan itu terjadi karena umat Islam dianiaya dan diganggu. Artinya, bila umat non Islam itu tidak mengganggu, maka dapat dikatakan perang itu dilarang dan tidak boleh terjadi.

Ini berbeda dengan kasus yang ada di Indonesia dimana perang sudah menjadi semacam ideologi. Yang penting nom muslim maka itu diperangi dan diberangus. Inilah pemahaman y ang salah kaprah akan makna jihad. Hal ini yang hendak ditolak dalam buku ini. Dekonstruksi tafsir menyaratkan yang demikian itu.

Sebagai hasil riset, buku ini menunjukkan keseriusan penulisnya dalam mencari data. Walaupun tulisan membahas topik yang berat, masih bisa ditangkap struktur tulisannya dengan mudah. Hal itu disebabkan pemetaan sistematika yang runut dari penafsiran klasik hingga kontemporer. Kesinambangunan pikiran bisa disajikan secara logis dan nyaris tanpa lompatan. Walaupun memberikan bacaan yang penuh gizi, buku ini masih memiliki kelemahan.

Diantara kelemahannya yaitu penulis memberikan porsi yang sedikit terkait makna jihad dengan kesabaran. Andaikan makna jihad dengan kesabaran itu ditelusuri lebih jauh lagi sejak masa klasik hingga kontemporer, maka akan menambah bobot intelektualitas dari buku ini. Sehingga pembaca seakan masih membutuhkan buku yang lain untuk dijadikan pembanding dengan buku ini. Pembaca dituntut untuk membaca Dari Membela Tuhan ke Membela Manusia yang ditulis oleh Aksin Wijaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar