Total Tayangan Halaman

Jumat, 19 Juni 2020

Opini Duta Jum'at 19 Juni 2020

Hikmah di Balik Pandemi Covid 19
Oleh: mahmudi


Pandemi Covid 19 telah mengubah struktur kehidupan manusia secara global. Yang asalnya, manusia dapat berkerumun secara sosial tidak ada masalah, maka sejak munculnya pandemi, hal itu dilarang sebab dapat menyebabkan penularan bagi yang lain. Setiap negara dibuat bingung dengan adanya pandemi ini. Maka mau tidak mau, kebijakan yang dianggap penting adalah lockdown. Indonesia menerapkan social distancing sebagai upaya mengatasi penyebaran Covid 19.

Pandemi merupakan musibah secara global, tidak hanya di Indonesia. Setiap musibah pada hakikatnya memberikan pelajaran berarti bagi manusia. Setiap musibah pasti memiliki hikmah di dalamnya. Sebab, isi dari dunia ini adalah kesenangan dan penderitaan. Tidaklah mungkin penderitaan akan terjadi terus-menerus tanpa adanya kebahagiaan yang menyertainya. Adalah tidak adil apabila Tuhan memberikan penderitaan tanpa disertai kebahagiaan. Begitu juga dengan adanya Covid 19 ini.
Kita dapat mengambil beberapa hikmah dari adanya Covid 19. Pertama, secara global, Covid 19 merestrukturasi ekosistem bumi. Konon, dengan adanya covid 19 ini, kota-kota besar di dunia tidak lagi banyak polusi. Hal itu disebabkan minimnya aktivitas lalu-lintas di jalan raya yang asapnya menyebabkan polusi udara. Harmoni antara alam dan manusia sebetulnya merupakan keniscayaan. Alam perlu diayomi sedemikian rupa agar tidak terjadi kerusakan. Polusi udara bukanlah terjadi secara mekanistik, namun ia disebabkan ulah manusia sendiri yang tidak peka terhadap lingkungannya. Covid 19 mengajarkan kepada kita bahwa lingkungan perlu dilestarikan dengan sebaik mungkin agar ada side effect yang baik juga terhadap manusia. Alam bukanlah objek, tapi ia subjek yang terus bergerak dinamis mengikuti polanya masing-masing.
Kedua, hikmah tersembunyi dari Covid 19 ini adalah pentingnya kesadaran bertafakkur dan berada dalam kesunyian. Keheningan di dalam sunyi itu merupakan hal yang sangat penting. Kita ingat Nabi Muhammad pernah bertahannus (menyepi) di dalam Gua Hira’. Hal itu dilakukan sebab Nabi perlu menghubungkan diri pada Realitas Tertinggi (meminjam SH. Nasr). Di saat pikiran mentok menghadapi kenyataan, disitulah perlu keheningan dalam mengatasinya. Justru di saat hening, wahyu akan mudah turun. Hal ini dapat dialami oleh siapa saja. Pada era modern yang ditandai dengan aktivitas padat di setiap lini kehidupan, keheningan justru menjadi sesuatu yang langka. Dengan demikian, adanya Covid 19 adalah sebagai pelajaran hidup untuk selalu berefleksi tentang kehidupan.
Ketiga, kesadaran kerjasama antar negara. Menurut Yuval Noah Harari dalam salah satu artikelnya, yang dibutuhkan bangsa-bangsa dunia dalam menghadapi Covid 19 adalah kerjasama. Kebijakan lockdown memang penting, tetapi hal itu bukanlah yang utama. Pada saat ini, politik global masih memenangkan kapitalisme sebagai bagian ideologi bersama. Dengan adanya Covid 19, justru negara-negara di dunia perlu memikirkan ulang bagaimana nasib manusia ke depan. Kerjasama adalah sesuatu yang penting dan dapat menjadi jalan alternatif setiap negara.
Keempat, memupuk kesadaran kesehatan global. Kesadaran kesehatan dapat berimplikasi pada aktivitas kehidupan sehari-hari. Kesadaran kesehatan masyarakat masih dianggap lemah. Hal itu ditandai dengan banyaknya sampah plastik yang betebaran di mana-mana. Namun dengan adanya Covid 19, protokol kesehatan mulai dibentuk oleh Pemerintah guna mengontrol aktivitas masyarakat agar terhindar dari virus.
Kelima, hikmah yang tidak kalah penting adalah secara psikologis manusia semakin bisa bersabar dan introspeksi diri atas kesalahan yang telah dilakukan. Dalam hal ini, fenomena Covid 19 dapat memupuk kesabaran bersama atas musibah. Sabar merupakan aktivitas mental yang positif ketika manusia dihadapi masalah. Salah satu filsuf abad pertengahan, Al-Ghazali menyatakan bahwa sabar adalah bagian dari jalan menuju Tuhan.
Keenam, kepekaan kehidupan sosial. Dalam hal ini, prinsip hidup sosialistik perlu diterapkan dari pada kapitalistik. Dengan adanya Covid 19, manusia mulai sadar bahwa kehidupan itu tidak mengenal strata sosial. Baik orang kaya maupun miskin dapat terpapar virus ini. Dengan demikian, manusia yang satu dengan yang lain diperlakukan setara. Sedangkan dalam prinsip hidup kapitalistik, orang kaya lebih dihargai ketimbang yang miskin. Ada oposisi biner antara kelas borjuis dan proletar. Covid 19 mengajarkan arti penting hidup berempati antara yang satu dengan yang lain.
Tentu banyak sekali hikmah yang dapat diambil dari Covid 19, selain yang disebutkan di atas. Para pakar serta pemangku kebijakan memang perlu berpikir bersama dalam menghadapi Covid 19. Pemerintah mewacanakan “New Normal”. Namun pertanyaannya, apakah konsep itu sudah disepakati bersama oleh berbagai kalangan. Saya pernah bertanya kepada pakar Farmakologi pada saat diskusi online melalui Zoom bahwa Covid 19 akan berakhir sekitar bulan September 2020. Prediksi ini berdasarkan analisa ilmu pandemi yang sudah terjadi sejak berabad-abad lamanya.
 * Penulis adalah dosen Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Guluk-Guluk Sumenep

Tidak ada komentar:

Posting Komentar