Total Tayangan Halaman

Jumat, 05 Juni 2020

Resensi Koran Sindo, Sabtu 6 Juni 2020

REVITALISASI PEMAHAMAN SAINTIFIK
DI TENGAH WABAH COVID-19

Judul buku : Memahami Sains Modern: Bimbingan untuk Kaum Muda Muslim
Penulis : Nidhal Guessoum
Penerbit : Qaf Media Kreativa
Cetakan : Tahun 2020
Tebal : 203 halaman
ISBN : 978-602-5547-68-3
Peresensi : Mahmudi*

Dengan menyebarnya wabah Covid-19 yang mengkhawatirkan saat ini, pemahaman sains mutlak diperlukan bagi seluruh kalangan. Sayangnya, tidak semua orang mampu memahami secara saintifik. Akibatnya, banyak kalangan terkena arus informasi hoaks yang tidak bisa dipertanggungjwabkan kebenarannya. Inilah setidaknya ide utama dari buku yang ditulis oleh Nidhal Guessoum.

Dalam bukunya, An Introduction to Islamic Cosmological Doctrine, Nasr menjelaskan bahwa penguasaan ilmu pengetahuan di era Islam klasik sangat dominan, utamanya terkait kosmologi. Hal itu diwakili oleh Ibnu Sina, Al-Biruni, dan Ikhwan al-Safa. Sedangkan saat ini umat Islam mengalami keterpurukan dalam bidang sains.
Diantara bukti lemahnya literasi sains adalah adanya sebagian masyarakat yang masih tidak mengerti tentang teori heliosentris, bahwa bumi mengelilingi matahari (hal. 32). Selain itu, umat Islam banyak yang terlena dengan ayatisasi sains, segala temuan sains dihubungkan dengan ayat Al-Quran, seolah-olah ia adalah buku sains. Padahal menurut Guessoum, Al-Quran bukanlah kitab sains, namun ia merupakan kitab panduan bagi umat manusia (hal. 127).
Kelemahan literasi sains saat ini juga berkorelasi positif dengan bandelnya sebagian masyarakat akan ultimatum pemerintah yang mengajak social distancing. Maka dari itu, Guessoum mengajak masyarakat untuk memahami sains secara utuh. Bahkan dalam buku ini dipaparkan bahwa pengetahuan sains dasar itu mutlak dibutuhkan.
Diantara pengetahuan sains yang harus diketahui adalah fisika dasar yaitu tentang atom, elektron, dan proton. Selain itu yang wajib diketahui adalah tentang teori relativitas Einstein, teori big bang (ledakan besar), serta biologi dasar meliputi teori evolusi dan teori gen. Di saat manusia memiliki pengetahuan sains, maka cara berpikirnya menjadi rasional-empiris yang tidak mudah dikelabui oleh berita-berita hoaks.
Memang ada perdebatan seputar sains itu islami apa tidak. Diantara tokoh yang mengkritik sains adalah Nasr yang dalam bukunya Knowledge and the Sacred mengecam keras sains modern. Namun, pengetahuan sains itu adalah kebutuhan dasar utamanya di abad kontemporer saat ini. Dalam buku ini, Guessoum memosisikan dirinya sebagai pengikut Ibnu Rusyd yang memadukan epistemologi rasionalis dengan empiris. Menurut Ibnu Rusyd, antara agama dengan ilmu pengetahuan tidak ada pertentangan.
Sebenarnya yang menyebabkan dikotomi antara sains dan agama itu adalah paradigma. Selama ini, paradigma Barat modern yang dianggap sekuler telah memisahkan sains dengan agama. Sains adalah untuk pengembangan sains itu sendiri. Sedangkan agama adalah untuk kemaslahatan manusia. Padahal, menurut Ibnu Rusyd sebagaimana diafirmasi oleh Guessoum, agama dan sains harus selaras. Apabila terkesan bertentangan, berarti manusia belum paham maksud dari agama tersebut. 
Apabila literasi sains sudah dimiliki oleh umat beragama, maka mereka tidak akan mudah terombang-ambing dengan berita hoaks yang membodohkan. Selain itu, diantara pentingnya literasi sains ini yaitu dapat memberikan pemahaman tentang realitas ketuhanan.
Dalam sains, hal yang sepenuhnya dipercaya adalah kebenaran. Tentu, kebenaran tersebut haruslah objektif. Artinya ia dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dengan begitu, manusia tidak bisa ditipu dengan hal yang berbau mitos yang seakan mencengangkan. Mitos adalah lawan ilmiah. Mitos saat ini masih diyakini oleh sebagian masyarakat.
Sebenarnya sains itu merupakan usaha manusia. Oleh karena itu sains juga memiliki keterbatasan, yaitu kebenaran relatif yang ia ajukan. Sebab, terkadang temuan sains itu dapat direvisi kebenarannya ketika peneliti telah menemukan teori ilmiah yang lain. Misalnya teori evolusi Darwin yang sebagiannya masih ada kekurangan tentang gen yang terus bermutasi.
Selain itu, sebagai saintis, ia juga harus bersikap rendah hati. Sebab, tidak ada sains yang kebenarannya tidak bisa dipatahkan. Ini merupakan hal yang oleh Popper dianggap sebagai falsifikasi. Justru apabila sains itu tidak dapat disalahkan, berarti ia bukan pengetahuan sains lagi.
Saat ini masyarakat perlu memahami pengetahuan sains. Dengan begitu mereka tidak akan mudah terpengaruh dengan berita-berita hoaks. Mereka dengan sendirinya dapat menyaring segala informasi yang masuk, baik melalui media sosial, maupun media yang lain di mana informasi masuk dari segala lini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar