Total Tayangan Halaman

Sabtu, 14 Juli 2018

Resensi Koran Jakarta, Selasa 10 Juli 2018


Judul buku   : The Art of Living: Hidup Antara Memiliki dan Menjadi
Penulis           : Erich Fromm
Editor             : Rainer Funk
Penerjemah : FX Dono Sunardi
Penerbit        : Baca
Cetakan         : Pertama, Maret 2018
Tebal              : 244 halaman
ISBN               : 978-602-6486-14-1
Peresensi      : Mahmudi*

SENI MENJALANI HIDUP

Kehidupan modern ditandai dengan merebaknya gaya hidup konsumtif di segala lini. Dalam sektor fashion, banyak pemuda dan pemudi mengikuti pola hidup modern dengan belanja yang berlebihan di berbagai Mall yang ada di mana-mana. Mereka seakan terdorong untuk selalu belanja. Kalau tidak belanja, seakan hidup menjadi hampa dan tak bermakna. Kehidupan mereka akan dikucilkan oleh masyarakat. Inilah paham baru yang disebut dengan konsumerisme.

Gaya hidup konsumerisme tersebut sebenarnya didorong oleh gerak hidup yang berorientasi Memiliki. Inilah yang dimaksudkan oleh buku yang ditulis oleh Erich Fromm yang diedit oleh Rainer Funk. Gerak hidup yang berorientasi Memiliki akan menyebabkan manusia berada pada keterasingan, kesia-siaan, dan kekecewaan yang mendalam.
Krisis identitas dari masyarakat modern sesungguhnya merupakan krisis yang diakibatkan oleh fakta bahwa anggota-anggotanya telah menjadi instrumen tanpa diri, yang identitasnya bergantung atas partisipasi mereka dalam korporasi dan birokrasi (hal. 17).
Sesungguhnya hidup yang baik menurut Fromm adalah hidup yang berorientasi Menjadi. Orientasi hidup Memiliki bukan berarti tidak baik sama sekali. Tetapi kalau berlebihan akan menyebabkan manusia berada pada alienasi diri. Manusia memang tidak dapat hidup tanpa memiliki, tetapi dia dapat hidup dengan amat baik dengan modus memiliki yang sepenuhnya fungsional dan dengan cara itulah dia telah ada selama 40.000 tahun pertama sejarah keberadaannya semenjak dia muncul sebagai homo sapiens. Malahan, dia hanya dapat hidup dengan sehat jika dia memiliki properti fungsional dalam jumlah yang tepat dan properti mati dalam jumlah yang minimal (hal. 87).
Hidup orientasi Menjadi merupakan aktivitas manusia, malahan dapat diakatakan bahwa Menjadi merupakan aktivitas yang khas manusia, yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Modus eksistensi Menjadi berarti hidup, tertarik, melihat hal-hal, melihat orang, mendengarkan orang, menempatkan diri sendiri di posisi orang lain, menempatkan diri sendiri di tempatnya, membuat hidup menarik, membuat sesuatu yang indah bagi kehidupan (hal. 103). Seseorang yang berorientasi kepada Menjadi adalah seseorang yang secara terus-menerus berubah selama hidupnya. Baginya, setiap tindakan secara besamaan beratti perubahan dalam pribadinya.
Dalam kenyataannya, orang yang berasa cemas, bosan, dan teralienasi akan mengompensasi kecemasannya tersebut dengan suatu konsumsi yang kompulsif yang, seperti penyakit pada umumnya, secara lebih tepat, sebagai suatu gejala “patologi kenormalan”, tidak seorang pun menyadari bahwa itu penyakit. (hal. 116).
Ekonomi agar tetap berjalan adalah bahwa orang membeli, membeli, dan membeli lagi, karena, jika tidak demikian, tidak akan ada permintaan yang secara terus-menerus bertambah akan barang-barang yang dapat diproduksi dan harus diproduksi. Melalui suatu mekanisme periklanan yang semakin canggih dan hebat, ekonomi merayu orang agar membeli dan membeli lagi (hal. 118).
Buku ini dilengkapi dengan cara menghindari hidup berorientasi Memiliki, supaya manusia dapat hidup dengan orientasi Menjadi. Diantaranya yaitu harus ada kehendak untuk merubah karakter. Ibarat orang merokok, kalau ingin berhenti maka harus dengan niat yang kuat. Selain itu ada empat syarat yang harus dipenuhi. Pertama adalah kesadaran yang baik. Kedua adalah menyadari penyebab atau akar dari orientasi Memiliki seperti ketidakberdayaan, ketakutan, dan ketidakpercayaan. Ketiga, melakukan perubahan-perubahan dalam praktik hidup. Keempat, melepaskan kebiasaan yang sudah mendarah daging seperti belanja yang berlebihan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar