MENYELAMI KISAH DON KISOT
Salah satu novel yang menggemparkan dunia adalah novel
karya Miguel de Cervantes yang berjudul
Don Quixote. Di Indonesia lebih dikenal dengan Don Kisot. Novel ini mengisahkan
tentang seorang pahlawan atau ksatria yang bertingkah laku aneh, mirip orang
gila yang dikenal dengan Si Majenun. Novel ini dianggap menggemparkan karena
menceritakan tentang kesedihan manusia, bahkan yang paling sedih. Namun
anehnya, walaupun mengisahkan tentang kesedihan, ia dapat membuat pembaca
tertawa.
Yang membuat takjub, buku fiksi Cervantes
tersebut merupakan
novel Eropa pertama yang
membangkitkan respon
dari pengarang-pengarang
ternama di pelbagai penjuru. Ada Borges, Foucault, Walter Benjamin, dan Milan
Kundera. Mereka semua berkomentar tentang novel tersebut dengan berbagai
disiplinnya. Novel
ini semacam karnaval
dengan gerak dan topeng-topeng
yang muncul dan menghilang.
Buku berjudul Si Majenun dan Sayid Hamid yang ditulis
Goenawan Mohamad ini adalah sebuah telaah buku sastra yang mengupas tentang
novel Don Quixote (Don Kisot) tersebut. Penggambaran Goenawan Mohamad terhadap novel Don Kisot
merupakan telaah pertama di Indonesia.
Buku ini mencoba menangkap kembali, menyeleksi, dan
mengkritisi, pembicaraan yang beragam tentang Don Kisot. Ada banyak sisi yang
diceritakan Goenawan di buku ini. Diantaranya ia mengisahkan sekaligus membahas tentang
asal-usul Don Kisot, kemudian siapa si Sayid Hamid dan Sancho, seorang budak
yang ditawari menjadi gubernur oleh Don Kisot. Melalui kepiawaiannya dalam
mengulas, Goenawan membahasnya dengan berbagai perspektif. Ini jarang terjadi
di Indonesia karena eksplorasi buku sastra
utamanya tentang Don Kisot itu minim.
Membedah narasi dalam novel tentu tidak mudah dilakukan.
Dalam hal ini Goenawan telah sukses melakukannya. Inilah bentuk kreativitas,
inovasi, dan pemikiran segar yang dituangkan Goenawan dalam buku
ini. Setidaknya pendekatan filsafat dan sastra
mewarnai ulasan novel Don Kisot ini. Hal ini tidak lepas dari latar belakang keilmuan
Goenawan yang bergerak di bidang sastra dan filsafat.
Dalam filsafat,
Goenawan mengambil pemikiran Marx, Hegel, dan Descartes untuk
membedah novel Don Kisot. Di samping itu, Goenawan menggunakan kerangka sejarah
untuk memahami isi novel tersebut. Taruhlah kehidupan Cervantes, pengarangnya,
oleh Goenawan ditelusuri hubungannya
dengan benturan
peradaban Islam dan Kristen.
Yang menarik dalam buku ini adalah tentang siapa sebenarnya yang menulis
novel Don Kisot. Waktu Cervantes menulis novelnya, ia mengatakan bahwa penulis
kisah Don Kisot adalah Sayid Hamid. Dalam hal ini, Goenawan menyatakan bahwa
Cervantes sengaja melakukan pergeseran pengarang. Cervantes menggeser perannya
sendiri dan digantikan dengan Sayid Hamid. Cervantes menimbulkan kesan adanya
jarak. Dengan jarak, keterpisahan itu, pembaca tak akan terbuai dalam dongeng
(halaman 87).
Selain
itu, Goenawan mencoba membandingkan kisah Don Kisot ini ibarat orang yang
memakai pakaian ala jaman Majapahit di era sekarang. Hal ini dianggap aneh
sekaligus menggelikan. Begitulah kisah Don Kisot sebenarnya. Sebuah anti tesis
terhadap kisah para ksatria terdahulu, dimana pengarang selalu mengagungkan
aktornya. Goenawan juga mengibaratkan kisah Don Kisot dengan Semar, Bagong dan
Petruk. Cerita inilah yang membuat pembaca tertawa.
Kelebihan buku ini terletak pada kekayaan perspektif
penulisnya dalam mengurai seluk-beluk kisah novel Don Kisot. Keseluruhan isi
buku ini terasa lebih kritis dan tajam. Kekayaan data sejarah terkait
hubungan Islam dan Kristen
menjadi andalan Goenawan dalam memotret fenomena
kehidupan Cervantes.
Di tengah minimnya kajian buku berkualitas masa kini,
buku ini mengisi ruang kosong telaah sastra, baik dalam rumpun klasik, modern,
hingga kontemporer. Goenawan telah menemukan cara yang unik dalam mengkaji
novel Don Kisot. Dengan begitu, buku ini dapat membangkitkan para pemerhati
sastra untuk terus melakukan kajian yang mendalam agar cakrawala berpikir anak
bangsa semakin luas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar