KEKUATAN NARASI-NARASI FRANZ KAFKA
Judul buku : Metamorfosa Samsa
Penulis : Franz Kafka
Penerjemah :
Sigit Susanto
Penerbit : Baca
Cetakan : Tahun 2018
Tebal : 100 halaman
ISBN : 978-602-6486-19-6
Peresensi : Mahmudi*
Salah satu
problem terbesar dalam membaca karya sastra adalah menyelami sisi
gramatis-psikologis pengarang. Seorang pembaca membutuhkan seperangkat
hermeneutika dalam usaha memahami karya sastra. Hal ini disebabkan karya sastra
tidak seperti karya non-fiksi yang alur logikanya mudah ditebak. Kenyataan ini
mendapatkan momentumnya ketika kita disuguhkan buku Metamorfosis Franz Kafka.
Dengan demikian,
Kafka sebenarnya berhasil memantik pembaca untuk melakukan berbagai
interpretasi terhadap karyanya. Inilah keunikannya yang tak dimiliki penulis-penulis
lain. Kafka merupakan novelis yang hidup pada abad ke 19, dimana kehidupan
urban sangat mempengaruhinya.
Berikut ini
adalah sebagian interpretasi yang bisa kita peroleh dari Metamorfosis, yaitu bahwa setiap manusia terpenjara di dalam
kehidupannya. Hal ini ditunjukkan Kafka dengan metamorfosa manusia (Samsa) menjadi
binatang (Serangga) yang menjijikkan. Namun demikian, interpretasi tersebut
akan melahirkan interpretasi-interpretasi berikutnya, karena tidak jelasnya
pesan yang hendak disampaikan Kafka. Pembaca secara bebas boleh menafsirkan apa
maksud Kafka dengan metamorfosis tersebut.
Di sisi lain, bisa
jadi Kafka sebenarnya hanya ingin berimajinasi
tentang pribadinya sendiri. Tapi, pembaca umum menganggap itu sebuah karya yang
fenomenal. Bahkan Kafka mengatakan bahwa draft
tulisan metamorfosis ini jelek dan menakutkan. Sehingga tidak patut untuk
dibaca (hlm. Viii).
Ada sebagian
yang mengatakan Kafka dipengaruhi oleh psikonalisis Sigmund Freud tentang
kompleksitas keluarga. Disitulah digambarkan sosok Gregor yang terkurung dalam
tubuh serangga raksasa yang sulit berkomunikasi dengan lingkungan keluarganya
sendiri.
Dalam buku yang
berjudul Truth and Method, Gadamer
menggambarkan bahwa pemahaman manusia itu ditentukan oleh dirinya sendiri.
Pemahaman berdiri sendiri di dalam subyek yang memahami. Pemahaman tidak bergantung
kepada obyek. Setidaknya Kafka berada pada semangat Gadamerian ini. Ia
menggelindingkan “bola” karyanya sehingga pembaca bebas menafsirkannya. Dalam
perspektif Gadamer, penafsiran manusia itu bergerak melingkar. Tak ada
kebenaran yang absolut di dalam memahami sesuatu.
Dalam
interpretasi berikutnya, apa yang ingin disampaikan Kafka adalah jauh lebih
filosofis. Akibatnya, pembaca dituntut untuk berpikir keras dalam memahaminya. Kita
dapat menganalogikan serangga dengan manusia yang terkurung dalam alam semesta.
Dengan demikian, Kafka telah mengembangkan filsafat dalam dunia sastra.
Kita juga
diingatkan dengan karya Nietzsche. Dalam bukunya, Thus Spoke Zarathustra, Nietzsche mengumandangkan kematian Tuhan
dan Kebebasan Manusia yang dikenal dengan Ubermensch
(manusia super). Nietzsche memperbanyak metafora dalam karyanya tersebut. Demikian
juga karya Kafka, mirip dengan apa yang telah ditulis oleh Nietzsche. Hanya
saja, bila Thus Spoke Zarathustra
terkesan optimistis, maka dalam Metamorfosis
ini terkesan pesimistis.
Setelah
menghatamkan novel singkat Kafka ini, kita mungkin sempat mengharap sebuah ending yang bagus dibalik kematian
Gregor Samsa di kamarnya. Namun alih-alih mendapatkannya, Kafka malah menjebak
pembaca dengan berbagai macam pertanyaan yang sepertinya tak kan berkesudahan.
Inilah kekuatan narasi novel Kafka yang sesungguhnya. Sebuah novel yang menantang
pembaca untuk merenungi makna filosofis yang terkandung di dalamnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar