Total Tayangan Halaman

Minggu, 17 Maret 2019

Jumat 8 Maret 2019, Radar Madura

JEJAK ARKEOLOGIS KERAJAAN DEMAK

Judul buku       : Istana Prawoto Jejak Pusat Kesultanan Demak
Penulis : Ali Romdhoni
Penerbit : Pustaka Compass
Cetakan : Tahun 2018
Tebal : 125 halaman
ISBN : 978-602-52458-2-4
Peresensi : Mahmudi*

Penelusuran arkeologis terkait Islam Nusantara jarang dilakukan oleh orang. Hal tersebut disebabkan minat terhadap jejak artefak Islam kuno masih minim. Di samping itu, penelusuran arkeologis memakan waktu yang tidak sedikit. Harus melakukan pendalaman terhadap sisa-sisa peninggalan para terdahulu. Disinilah Ali Romdhoni sebagai staf pengajar di Perguruan tinggi Semarang tergerak hatinya untuk mengungkapkan sejarah Islam Nusantara yang masih luput dari perhatian kebanyakan para peneliti.

Buku ini menawarkan bukti-bukti konkret terkait jejak Islam Nusantara di Prawoto, Pati Jawa Tengah. Pada dasarnya Desa Prawoto adalah sisa peninggalan kesultanan Demak. Hal itu dibuktikan dengan terdapatnya istana yang terletak di Prawoto. Bahkan, menurut Dhoni, Prawoto merupakan kewedanan (Bagian Distrik Belanda) yang penting dimana ia menjadi pertahanan para serdadu Belanda di masa penjajahan.
Buku ini menyimpulkan bahwa Istana Prawoto merupakan salah satu tempat persembunyian para raja Demak. Hal itu disebabkan Prawoto merupakan tempat strategis yang diapit berbagai kota-kota penting: Pati, Grobogan, dan Semarang. Dengan begitu Prawoto menjadi tempat yang aman sebagai pertahanan. Bahkan dalam laporan Dhoni, Prawoto adalah tempat keramat dimana para raja melakukan musyawarah untuk menetapkan wilayah kesultanan Demak.
Sumber penelusuran Dhoni pada buku ini yaitu bersumber pada buku Babad Tanah Jawi yang sering dikutip oleh Graaf dan Serat Centhini. Hal itu dilakukan agar penelusuran terhadap Desa Prawoto mendapatkan bukti-bukti konkret dari literatur dan dapat diakui oleh para peneliti yang lain.
Anehnya, Ali Romdhoni sebenarnya bukanlah seorang arkeolog yang mumpuni sebab dari latar belakang pendidikan ia berasal dari pendidikan keislaman yang sama sekali tidak berkutat di bidang ilmu arkeologi. Oleh sebab itu, penelitian ini lebih disebabkan faktor penasaran secara pribadi. Justru dengan keingintahuan yang kuat, buku ini ditulis dengan penuh semangat untuk mendapatkan bukti-bukti yang kuat.
Dhoni menjelaskan bahwa Prawoto merupakan tempat yang sangat berjasa terhadap kemerdekaan Indonesia. Hal itu disebabkan para pejuang berasal dari Prawoto dimana mereka berjuang untuk merdeka ketika dijajah oleh Belanda. Dulu seperti kasus perang yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro, Prawoto menjadi tempat persembunyian para pejuang dan saat ini masih ada sisa-sisa peninggalan reruntuhan kegiatan para pejuang tersebut. Misalkan reruntuhan batu yang difoto oleh Dhoni dimana batu-batu tersebut merupakan batu tua yang diperkirakan berumur 600 -san tahun.
Di bagian akhir buku ini, setelah Dhoni memberikan bukti-bukti konkret sisa peninggalan kerajaan Islam Nusantara yang ada di Prawoto, ia juga memberikan penjelasan terkait nama-nama peninggalan Istana Prawoto. Ternyata menurut Dhoni ada keterkaitan nama antara daerah Prawoto dengan yang ada di Beijing, China. Hal itu dapat Dhoni lakukan, mengingat ia juga sedang berada di China dalam menyelesaikan proses studi doktoralnya. Hal itu memperkuat bukti-bukti secara nyata.
Ada pintu yang disebut lawang gapura (pintu gerbang). Tumpukan batu-batu putih berbentuk empat persegi panjang berukuran 20 x 60 an sentimeter. Hal itu mirip candi. Graaf juga mencatat keberadaan benda ini dalam bukunya setelah dia mengunjungi Prawoto. Kondisi lawang gapura saat ini sungguh memprihatinkan, karena terkena proyek irigasi pada tahun 1990 an. Sebagian tumpukan batu bahkan runtuh ke dasar tebing sedalam 12 an meter (hlm. 53)
Berdasarkan hasil penelusuran sejarah secara arkeologis yang dilakukan oleh Dhoni, maka dapat disimpulkan bahwa Prawoto merupakan wilayah yang sudah sejak lama stabil, baik dari segi geografis, sosial, politik maupun ekonomi. Benda-benda peninggalan yang terbuat dari batu menguatkan kesimpulan tersebut. bahkan, sebelum Masjid Agung Demak dibangun, mereka para penyebar agama Islam (Walisongo) lebih terdahulu berkhalwat di Prawoto untuk mendapatkan wangsit dari Tuhan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar